Konservasi, Ini Yang Penting dan Seharusnya Bisa Kita Lakukan
Sumber Gambar: balitek-ksda.or.id
Beberapa tahun belakangan
ini rasanya sering kali istilah konservasi disebut-sebut dalam berbagai
pembicaraan ataupun di media baik di media elektronik, online dan media massa. Apakah
itu menyebutkan konservasi alam, konservasi tanah, konservasi hutan ataupun
konservasi sumber daya alam lainnya. Sebetulnya ada apa dengan istilah yang
satu ini sampai-sampai banyak orang dan berbagai kalangan gemar menggunakannya
dalam setiap kesempatan, khususnya saat-saat menyambut hari keanekaragaman
hayati!
Kata konservasi sendiri
berasal dari kata “Converse” yang
dalam bahasa inggris berarti mengawetkan atau melestarikan. Menurut ilmu
lingkungan, konservasi adalah upaya efisiensi dari penggunaan energi yang
disini ditekankan berupa perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap
lingkungan dan sumber daya alam serta menjadi suatu keyakinan bahwa habitat
alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keanekaragaman genetik dari
spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya. Sehingga
dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan dan tetap
memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi
untuk generasi-generasi manusia saat ini hingga generasi-generasi yang akan
datang.
Pada saat sekarang di
abad 21 ini, memang banyak manusia yang semakin sadar akan terbatasnya
ketersediaan sumber daya hayati di bumi dan keanekaragaman hayati telah menjadi
topik yang sangat penting untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan oleh kemajuan
teknologi, sifat konsumtif, pengembangan industri dan pertanian serta semakin
pesatnya laju populasi manusia yang menyebabkan kehidupan di abad ini
didominasi oleh manifestasi ekonomi yang mengabaikan aspek-aspek ekologi,
sehingga telah mengancam keberadaan kehidupan liar dan menyusutnya sumber daya
hayati.
Pada kenyataaannya
semua manusia menyadari bahwa kelangsungan hidupnya sangat tergantung dengan
tumbuhan, hewan dan mikroba. Kemudian manusia juga tidak dapat melepaskan
dirinya dari lingkungan fisik dan sekitarnya, namun kegiatan manusia telah
mengubahnya. Kualitas air, udara dan tanah semakin menurun, intensifikasi dan
ekstensifikasi pertanian telah menimbulkan kerusakan dan pencemaran sehingga
tatanan ekosistem berubah. Dan sebelum segalanya menjadi terlambat, sebelum
berbagai sumber daya hayati yang penting di bumi menjadi habis terutama oleh
polah tingkah manusia sendiri, maka mereka yang sadar inipun gencar
mengingatkan semua pihak dan juga pihak-pihak terkait terutama dalam rangka
peringatan menyambut hari keanekaragaman hayati.
Sumber daya hayati yang
tersedia di bumi akan selaras dan seimbang dengan berbagai kebutuhan manusia
bila manusia memahami dan menerapkan prinsip dasar konservasi tersebut. Bentuk
konservasi sumber daya hayati dan lingkungan hidup merupakan suatu kegiatan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang mengarah kepada
usaha-usaha perlindungan ekosistem sebagai penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis dan genetik serta pelestarian pemanfaatanya. Di Indonesia
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup melibatkan banyak unsur yang
berperan sesuai dengan kewenangannya. Namun belum semua unsur yang ada
menyadari perannya, sehingga pada saat ini sektor pemerintah masih merupakan
unsur dominan. Seyogyanya mulai sekarang semua unsur meningkatkan perannya,
baik unsur pemerintah maupun non pemerintah berperan dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup.
Konservasi haruslah seiring dengan
pembangunan, keduanya harus sejalan dengan saling menguntungkan dan timbal
balik. Dengan demikian manfaat dari sumber daya hayati dapat dirasakan baik
oleh generasi sekarang maupun yang akan datang. Banyak jenis yang telah punah
dan terancam punah, sementara manfaatnya bagi manusia belum diketahui. Untuk
itu melalui tulisan ini, saya hanya dapat mengingatkan dan mengajak bukan hanya
pemerintah saja tetapi juga peran swasta, ilmuwan, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), masyarakat dan lembaga-lembaga lain untuk melakukan yang namanya
pelestarian sumber daya hayati ataupun keanekaragaman hayati.
Kategori
Status Kelangkaan Dalam Konservasi
Spesies atau jenis
merupakan fokus utama dalam konservasi. Selanjutnya jenis yang bagaimana yang
harus dilindungi dan dikonservasi? Tentu saja jenis-jenis yang langka, dan
berikut ini akan diuraikan kategori status kelangkaan yang biasa digunakan.
1. Punah
atau extinc, adalah istilah untuk
jenis yang sudah lenyap dari bumi kehidupan. Contoh satwa Indonesia yang telah punah diantaranya adalah;
Harimau Jawa dan Harimau Bali.
2. Genting/Kritis
atau endangered adalah kategori bagi
jenis yang berada dalam bahaya atau resiko kepunahan baik dalam waktu dekat
maupun dalam waktu yang akan datang dan kelangsungan hidupnya tidak mungkin
dapat terlanjutkan bila faktor-faktor yang mengancam terus berlangsung. Contoh satwa Indonesia yang berada
dalam kondisi genting ataupun kritis diantaranya adalah: Harimau Sumatera,
Badak Sumatera, Badak Jawa, Orang Utan, Elang Jawa, Jalak Bali, Anoa,
Trenggiling, Bekantan, Tapir, Maleo dan Tarsius.
Orangutan, spesies yang dilindungi
karena kondisi nya yang saat ini terancam telah masuk dalam klasifikasi Critically Endangered dalam daftar
IUCN. Populasinya menurun drastis dari tahun ke tahun. Penyebabnya adalah
berkurangnya habitat dan perdagangan hewan. (Foto Dok Pri, diambil
di stasiun penelitian Suaq Balimbing Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Selatan)
3. Selanjutnya
Rawan atau vulnerble yaitu kategori bagi jenis yang juga menghadapi resiko
kepunahan atau terbahayakan di alam liar di saat-saat mendatang, jika
faktor-faktor yang membahayakan terus berlangsung dan mengancam, seperti faktor
perburuan, penangkapan atau perdagangan. Contoh satwa Indonesia yang berada dalam kondisi rawan
diantaranya adalah Bangau Tont-tong, Merak, Kasuari dan Kakak Tua.
4. Kemudian
Jarang atau rare adalah golongan jenis yang mempunyai populasi-populasi kecil
dan tersebar di seluruh dunia yang pada saat tertentu dalam keadaan tidak
genting ataupun rawan, tetapi tetap pada keadaan yang mengandung resiko/kondisi
yang riskan yang mungkin penyebarannya terbatas secara geografi atau pada
habitat-habitat tertentu, contoh landak dan ayam hutan.
5. Terakhir
sekali adalah Terkikis atau indeterminate yaitu kategori bagi jenis
yang diketahui termasuk dalam salah satu kategori genting, rawan ataupun
jarang, tetapi berhubung kurang informasi tidak dapat diketahui termasuk yang
mana dari tiga kategori tersebut dan tidak dapat dievaluasi dengan tepat untuk membuat perkiraan akan risiko kepunahannya berdasarkan
distribusi dan status populasi termasuk dalam kategori yang sama,
contoh Punggok Papua.
Kategori
status kelangkaan di atas setidaknya memberi gambaran kepada kita tentang
kondisi populasi sebuah makhluk hidup. Kini jawabnya tinggal kita, apakah kita rela dan membiarkan jika daftar makhluk hidup
dalam status kelangkaan itu akan semakin besar?
Berbagai Ancaman
Terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar
Suaka Margasatwa Rawa Singkil Nasibnya Sama Seperti Pepatah
Aceh: RENCONG KIRI KANAN, DOMPET BISA HILANG (Dok: www.mongabay.co.id)
Tumbuhan dan satwa liar saat ini
menghadapi berbagai faktor ancaman bagi kehidupannya, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Secara langsung, menurut tingkatannya ada dua
ancaman yang bakal terjadi yaitu: perubahan
dan pemusnahan habitat dan eksploitasi sumber daya alam berlebihan.
Masing-masing faktor saling mempengaruhi satu sama lain.
Yang pertama merupakan
hal yang paling mengkhawatirkan bagi tumbuhan dan satwa liar. Pembukaan kawasan
seperti untuk perluasan pertanian, urbanisasi, dan pemanfaatan tanah secara
tidak terkendali akan mempengaruhi kondisi lingkungan ekosistem setempat,
seperti erosi, kehilangan vegetasi, fragmentasi habitat dan sebagainya. Yang
pada akhirnya akan mempengaruhi populasi flora dan fauna (tumbuhan dan satwa
liar) yang ada, yang mana populasinya akan menyusut dan lenyap.
Di Sumatera beberapa jenis satwa liar
seperti Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas
maximus) dan Harimau Sumatera (Panthera
tigris) yang dikenal 20 sampai 25 tahun yang lalu kini semakin langka
bahkan hampir tidak terdapat lagi karena kerusakan habitat mereka oleh
pembukaaan lahan untuk industri, pertanian dan perumahan. Demikian pula di
pulau Jawa, hutan hujan tropik pamah (lowland)
yang merupakan habitat dari satwa liar Harimau Jawa, Badak Jawa dan berbagai
jenis burung, mamalia serta tumbuhan liar seperti mangga liar (Mangifera), Durian liar (Durio), Rambutan liar (Nephelium) dan buah-buahan penting
setempat lainnya, terus-menerus berkurang akibat pembalakan kayu dan pembukaan
hutan dalam skala besar bagi pembuatan jalan, pemukiman dan pertanian. Di
seluruh wilayah tersebut, urbanisasi dan pembukaan lahan untuk pertanian juga
ikut mengurangi habitat jenis-jenis liar ini.
Selanjutnya kegiatan perladangan berpindah, pembukaan
hutan dan kegiatan pembalakan kayu juga mengancam keanekaragaman jenis pisang
liar (Musa sp), anggrek (Phalaenopsis javanica) dan rotan (Ceratolobus glaucescens) di Indonesia.
Kemudian pembangunan sarana irigasi dan saluran pengaliran (drainase), jalan raya, industri, perumahan
dan pengundulan hutan juga telah mengancam dan membuat berbagai jenis kayu di
Indonesia dan berada dalam keadaan rawan seperti kayu keruwing, meranti,
merawan, jati dan kayu eben yang saat ini sudah jarang dijumpai di pasaran.
Di luar negeri, di Asia
Barat perluasan pertanian dan pemanfaatan lahan lain telah memperkecil sumber
jenis gandum (Triticum) liar dan
kerabat gandum liar lainnya. Di Afrika, rumpun pohon kelapa sawit (Elaeis
guianensis) semakin jarang dan terkikis karena penanaman tanaman pangan.
Kemudian lagi pengundulan hutan terutama untuk pertanian, mengurangi habitat
Kopi Arabika (Coffea Arabica) liar di
Afrika dan Asia Barat. Di Meksiko habitat teosinte/jagung (Zea mexicana) telah lenyap akibat intensifikasi pertanian, terutama
pertanian jagung hibrida komersial atau tanaman budidaya komunal seperti buah
arbei. Dan terakhir di Guatemala, pembalakan kayu mengurangi habitat sawo (Manilkara zapota).
Ancaman kedua,
eksploitasi sumber daya alam berlebihan merupakan suatu dampak yang nyata bagi
beberapa jenis tertentu, walau mempunyai dampak lebih kecil daripada pengubahan
atau lenyapnya habitat. Di Sumatera beberapa jenis satwa liar seperti Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), Gajah
Sumatera (Elephas maximus) dan
Harimau Sumatera (Panthera tigris)
semakin berkurang populasinya akibat perburuan untuk mendapatkan gading gajah,
cula badak dan kulit harimau karena bernilai jual tinggi.
Eksploitasi sumber daya
alam berlebihan juga dituding diakibatkan karena bertambahnya peralatan canggih
yang dimanfaatkan oleh manusia seperti alat pemotong pohon, pemetik buah, alat
penyadap getah dan alat penebang kayu seperti sensouw (bahasa aceh senso) yang hampir semuanya bekerja dengan sistem
mesin sehingga memudahkan manusia untuk melakukannya. Di Indonesia dan Malaysia
terdapat kebiasaan memotong pohon durian (Durio
graveolens) pada saat pengambilan buah dengan alasan pohonnya terlalu
tinggi untuk dipanjat dan buahnya tidak jatuh setelah matang. Akibatnya,
tanaman di hutan primer dilaporkan semakin langka. Kemudian juga di Indonesia
tanaman obat dipetik secara berlebihan. Di Meksiko dan Guatemala, banyak pohon
sawo (Manilkara zapota) punah lebih
awal karena pohon muda disadap getahnya untuk pembuatan permen karet dan tidak
terdapat masa pemulihan antara waktu penyadapan.
Eksploitasi sumber daya
alam berlebihan juga terjadi di perairan laut. Nelayan asing biasanya
menggunakan alat canggih seperti pukat harimau. Alat tangkap ikan ini tidak
saja menguras ikan besar sampai di dasar namun juga menguras semua jenis biota
yang ada dari berbagai ukuran. Berbagai upaya telah dilakukan namun belum
membawa hasil yang memuaskan. Akibat dari eksploitasi nelayan asing ini, maka
nelayan tradisional semakin tertekan kehidupannya, selain sumber daya hayati
laut yang menurun.
Tekanan penduduk juga
memainkan peranan penting dalam meningkatnya tekanan eksploitasi sumber daya
hayati dan lahan khususnya di Indonesia. Walaupun terjadi pengurangan dalam
laju populasi, namun setiap tahun populasi meningkat lebih dari 3 (tiga) juta
orang yang akan berdampak bagi sumber daya hayati dan seluruh kawasan lahan
yang tersisa di Indonesia. Beberapa masalah adalah kecepatan dan tidak
terkontrolnya perladangan berpindah terutama non-tradisional, gelombang
transmigran spontan di kawasan pengembangan yang sukses dan ketiadaan alternatif
mata pencaharian pendudduk.
Secara tidak langsung, ancaman yang
terjadi dapat kita lihat antara lain: kebijakan-kebijakan lingkungan yang
berkonotasi dua (ambiguity),
peraturan perundang-undangan yang kurang memadai dan tumpang tindih dengan
maksud ada pertentangan antara satu undang-undang/keputusan dengan
keputusan yang lain. Ada kawasan yang sudah ditetapkan secara hukum sebagai
kawasan lindung/konservasi, tetapi ada undang-undang/keputusan lain yang
membolehkan kegiataan eksploitasi di kawasan lindung tersebut.
Kemudian penegakan hukum yang lemah sehingga pengelolaan kawasan konservasi
termasuk yang berkategori taman wisata alam tidak efektif.
Apa
Yang Mesti Dilakukan?
Dimulai dari hal-hal kecil ( Foto Dok Pri, diambil saat Pemilihan Duta Lingkungan Hidup Tahun 2017 di Aceh Barat)
Seperti
yang sudah diutarakan, konservasi sumber daya hayati atau keanekaragaman hayati
diperlukan karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan
terjadi secara tidak seimbang yang menyebabkan makin langkanya beberapa jenis
flora dan fauna karena kerusakan habitat atau ekosistem yang menyebabkan
hilangnya habitat dank karena eksploitasi sumber daya berlebihan yang
menyebabkan menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan
hayati terutama di Indonesia masih dapat menopang kehidupan. Untuk menjaga
kelestarian sumber daya hayati, maka perlu dilakukan barbagai macam langkah
tingkatan konservasi yang meliputi konservasi genetik,
konservasi ekosistem dan konservasi jenis serta konservasi habitat.
1 1. Konservasi Genetik
Konservasi genetik memiliki arti penting bagi daya hidup
satu jenis/spesies dan mempertahankan keragaman
genetiknya. Populasi yang memiliki keragaman genetik yang rendah sangat
rentan terhadap perubahan lingkungan (adaptasi linkungan) sehingga sangat
berisiko mengalami kepunahan. Jadi
konservasi genetik diperlukan untuk mendapatkan jenis dengan sifat adaptasi tinggi
terhadap lingkungan. Kian besar populasi suatu spesies maka kian besar pula
keanekaragaman genetiknya, sehingga makin kecil kemungkinannya punah.
22. Konservasi Ekosistem
Konservasi ekosistem
sangat penting untuk dilakukan, karena upaya konservasi yang hanya mengutamakan
konservasi jenis terasa sangat kurang memadai dan kurang dapat menjamin
kelestariannya. Konservasi ekosistem merupakan suatu usaha yang ditujukan pada
pelestarian ekosistem dan
perlindungan sistem penyangga kehidupannya yang merupakan satu proses alami
berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan
makhluk hidup serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. seperti: cagar alam, suaka margasatwa, taman
nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, dan lain
sebagainya. Yang di dalamnya masing-masing memiliki kondisi-kondisi lingkungan,
seperti pada daerah pesisir/pantai, estuari, bakau/mangrove dan lain sebagainya
yang perlu untuk dilestarikan. Kawasan penyangga kehidupan perlu dilindungi
agar terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan
terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
33. Konservasi Jenis/Spesies
Bagaimana dengan burung
yang habitatnya sangat luas dan tidak dapat dibatasi hanya pada suatu kawasan
daerah konservasi tertentu, yaitu misalnya dalam suatu cagar alam atau hutan
lindung? Apakah jika burung tersebut keluar dari kawasan yang dilindungi,
berarti jenis atau spesies tersebut boleh diburu oleh manusia? Dalam keadaan
seperti ini konservasi ekosistem
tidak dapat sepenuhnya digunakan dan manusiapun kembali kepada konservasi jenis yang memuat daftar
jenis-jenis sumber daya hayati, baik satwa maupun tumbuhan yang harus
dilindungi, dimanapun yang bersangkutan berada. Selain burung dengan habitat
yang sangat luas, banyak satwa lain dengan jenis-jenis ataupun spesies tertentu
yang memang konservasi ekosistem tidak dapat sepenuhnya digunakan. Jenis-jenis
hewan yang penyebarannya sangat luas, membutuhkan banyak spesies lain karena
melakukan migrasi misalnya, seperti penyu, pesut mahakam, juga termasuk burung,
harus dilindungi dengan mengunakan konservasi jenis. Kita ambil contoh pada
penyu, konservasi penyu harus mencakup wilayah yang luas karena
melihat pola migrasinya yang luas karena menjelajahi lautan. Kalau kita hanya
membatasi konservasi pada daerah tertentu seperti tempat bertelurnya saja,
sementara sifat migrasi yang luas tidak dipertimbangkan, maka usaha kita dapat
sia-sia.
Sementara itu bagi satwa yang mempunyai daerah
jelajah yang sangat luas seperti gajah dan orang utan, konservasi ekosistem
juga tidak memadai dan harus dilakukan konservasi jenis. Kemudian batasan lain
yang harus diperhatikan dalam penggunaan konservasi jenis adalah bagi
jenis-jenis satwa yang mempunyai jumlah sangat sedikit seperti badak dan
beruang madu. Sehingga suatu kawasan konservasi ekosistem tidak akan mencakup
satu populasi yang memadai. Selain itu, bagi jenis-jenis satwa yang
kelangsungan hidupnya terancam, baik yang hidup di tanah karena perubahan
kondisi tanah, yang hidup di air karena perubahan kondisi air ataupun karena
adanya eksploitasi yang berlebihan, harus pula diterapkan perlindungannya
dengan sistem konservasi jenis.
44. Konservasi Habitat- Kunci dari
Persoalan dan Jawabannya
Seperti yang telah
dijelaskan bahwa kegiatan manusia telah menghasilkan banyak perubahan terhadap
lingkungan, baik kerusakan habitat maupun eksploitasi sumber daya alam
berlebihan. Perubahan lingkungan dan ekosistemnya yang menimbulkan kerusakan
akan memberikan dampak negatif yaitu berkurang, punah dan hilangnya jenis yang
berarti sekaligus hilangnya seperangkat gen yang membawa sifat-sifat jenis,
baik tumbuhan maupun hewan. Kerusakan dan musnahnya habitat maupun eksploitasi
sumber daya alam berlebihan diperkirakan akan terus terjadi/berlanjut dan
menjadi ancaman serius serta merupakan penyebab utama laju kepunahan banyak
jenis tumbuhan dan satwa liar. Karena itu, pelestarian/konservasi habitat
merupakan kunci bagi pelestarian/konservasi yang efektif bagi sumber daya
hayati di bumi. Penyelamatan habitat secara langsung maupun tidak
langsung akan melindungi jenis/spesies hidup dalam lingkungan aslinya (in situ). Namun, begitu besarnya tekanan
terhadap keberadaan jenis/spesies sekarang ini, berarti bahwa semua pilihan
layak dipertimbangkan, termasuk mengelola secara intensif di kebun binatang,
kebun raya dan pusat penangkaran bahkan penyimpanan atau pengklonan (ex situ).
Cara kedua untuk
meningkatkan sumber daya hayati atau keanekaragaman hayati adalah penyisihan
daerah-daerah khusus yang memiliki habitat yang saat ini dipertahankan dan
pemulihan daerah-daerah yang telah rusak. Penetapan dan pemeliharaan cagar alam,
taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung dan suaka margasatwa adalah
contoh dari cara untuk mempertahankan sumber daya hayati. Pengembangan
alternatif praktis bagi pertanian tebas bakar adalah contoh lain dalam
pemulihan daerah-daerah yang telah rusak. Mungkin tidak ada keberhasilan ilmiah
lain yang dapat memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap konservasi
sumber daya hayati atau keanekaragaman hayati terutama di daerah tropik selain
daripada cara cara di atas.
Tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk menjamin keberhasilan kawasan konservasi harus segera diambil.
Namun sebelum itu, kita dan yang lain di negara-negara terutama di negara
industri tidak boleh menganggap remeh kesulitan dalam melakukan hal tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan seperti berikut harus dijawab:
Ø Berapa
banyak habitat dan tipe-tipe habitat apa saja yang harus dipertahankan?
Ø Siapa
yang akan menetapkan dan memelihara kawasan habitat demikian dan berapa biaya
baik dari segi ekonomi maupun dari segi manusiawi?
Ø Siapa
yang akan membayar? Seperti kita tahu biaya pelestarian kawasan konservasi itu
sangat tinggi. Hal inilah yang menjadikan kegiatan pengelolaan konservasi
sumber daya hayati kurang mendapat perhatian yang memadai. Namun jika
pemanfaatan objek konservasi berorientasi pada bisnis atau layak jual dengan
jumlah uang yang dapat diperoleh dari bisnis ini serta untuk kepentingan
tertentu seperti objek wisata, pendidikan dan lain-lain baru populer dan
mendapat perhatian yang layak. Kegiatan konservasi dengan pola pikir seperti
ini sudah harus dihentikan, jika tidak bisa, setidaknya menjaga supaya ruang
terbuka hijau di daerah kita masing-masing agar tidak menciut atau menjadi makin tipis, saya pikir lagi pasti bisa. Semoga
Yuk Peduli Konservasi Demi Selamatkan Bumi!
Semoga ke depan isu ini semakin disebar luaskan ya.
BalasHapusBenar Banget, Belum Terlambat.
Hapus