Perangi Kemiskinan, Dari Dana Otsus, ZIS Hingga KPM Inovatif


Kemiskinan oh Kemiskinan! Mengancam di mana-mana. Masih menjadi isu utama dalam pembangunan nasional dan daerah. Selalu menjadi masalah klasik dan menakutkan bagi negara-negara berpenduduk besar. India misalnya lebih dari setengah populasi negara ini berada di bawah garis kemiskinan.

Penduduk yang terlalu banyak seperti India memang akan menyebabkan peningkatan pada angka kemiskinan. Namun kadang kemiskinan juga dipengaruhi banyak faktor selain jumlah penduduk yang terlalu besar. Sebagai contoh, apa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1990-an.

Pada tahun 1996, menurut publikasi Statistik Indonesia, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan sebanyak 34 juta ( 17,47 %) dari seluruh penduduk Indonesia. Kemudian di tahun 1998 terjadi krisis ekonomi global yang melanda dunia. Indonesia pun tak luput dari peristiwa itu. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan hingga lebih dari dua kali lipat atau mencapai 49,5 juta atau dengan persentase 24,2 %. (http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/01/04/persentase-penduduk-miskin-2016-terendah-sejak-1970)

Kemiskinan ini akan menjadi bola salju yang membuat masalah semakin besar dan menakutkan. Karena apa? Karena kemiskinan akan berpengaruh pada aspek-aspek kehidupan yang lain, terutama sekali seperti pendidikan, lalu kesehatan gizi, sandang, pangan dan banyak lagi. Selain itu kemiskinan juga membuat seorang manusia tidak dapat berbuat banyak lagi bagi kehidupannya. Sulit sekali mendapatkan pendidikan yang layak atau gizi yang baik jika tidak memiliki uang. Oleh karenanya kemiskinan harus diperangi atau diberantas. Namun itu tentu saja tidak mudah dan tidak mungkin selesai dalam waktu singkat.

Ngomong-ngomong soal memerangi kemiskinan, saya cukup bangga dengan daerahku Provinsi Aceh.  Sebagai daerah otonomi khusus (otsus), oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Drs. Hermawan MM dikatakan, sejak 2008 hingga 2017 pemerintah Aceh dan kabupaten/kota sudah menerima alokasi  dana otsus sebesar  Rp 56,67 triliun, selanjutnya untuk tahun 2018 nanti, besaran dana Otsus  Aceh mencapai Rp 8,022 triliun. Dari situ Sekda menghimbau dan berharap terutama kepada pemangku kebijakan di seluruh Aceh agar merumuskan dan mengawasi penggunaan Dana Otsus dan Tambahan Dana Bagi Hasil (TDBH) Migas, sehingga tepat sasaran dan dapat dinikmati langsung oleh masyarakat.

Sekretaris Daerah Aceh Dermawan, MM membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas, dan Dana Otonomi Khusus Aceh Kabupaten/Kota tahun 2018 di Aula Bappeda, Banda Aceh, Senin(3/4/17). (humas.acehprov.go.id)

Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah juga berharap pengalokasian Dana Otsus dan TDBH Migas dapat lebih efisien, tepat sasaran dan berdaya ungkit besar serta mampu mempercepat pencapaian kesejahteraan rakyat, yakni pengentasan kemiskinan dan penganguran.

Sepertinya harapan sang Sekda dan Gubernur dapat berjalan lancar, karena selama periode 2012 -2017, kata Gubernur, Pemerintah Aceh telah berusaha menurunkan angka kemiskinan dari 18.58 % di tahun 2012 menjadi 16.43 % di tahun 2016. Artinya mengalami penurunan sebesar 2.15 persen. Sementara tingkat pengangguran dari 9.10 % pada tahun 2012 menjadi 7.57 % di tahun 2016, atau turun sekitar 1,53 %.

Gubernur Aceh mengungkapkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada rapat kabinet paripurna yang digelar di Istana Negara 4 April 2017 lalu, Presiden mengharapkan belanja 2018 agar fokus diarahkan untuk mencapai target-target pembangunan, terutama dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan menjadi single digit, serta berdampak pada pengurangan kesenjangan antar daerah.

Karena arahan Presiden tersebut, menurut Zaini, “dalam merancang, menyusun dan merumuskan RKPA 2018, kita harus memperhatikan integrasi program dan sinergitas sasaran kebijakkan yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019”.

Jangan Lupakan Potensi ZIS (Zakat, Infaq, dan Sedekah)
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia. Berdasarkan data yang dilansir oleh The Pew Forum on Religion & Public Life, penganut agama Islam di Indonesia sebesar 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk. Jumlah itu merupakan 13,1 persen dari seluruh umat muslim di dunia (http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/11/indonesia-negara-berpenduduk-muslim-terbesar-dunia).

Dari data tersebut, sebenarnya Indonesia mempunyai potensi finansial yang jauh lebih besar dibanding jumlah umat Islamnya. Jika 30 persen-nya saja adalah Muslim dewasa yang mampu bersedekah Rp 5 ribu rupiah setiap bulannya, maka diperkirakan sedikitnya akan terkumpul sekitar Rp 300 triliun.



Hal ini tentu tidaklah dianggap berlebihan karena berdasarkan hasil penelitian Baznas, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Islamic Development Bank (IDB), potensi zakat nasional pada tahun 2015 sudah mencapai Rp 286 triliun. Angka tersebut harusnya dapat berdampak luar biasa dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Namun demikian laporan BAZNAS mengungkapkan bahwa peningkatan penerimaan dana zakat tidak sebanding dengan peningkatan potensi zakat. Terjadi kesenjangan yang sangat besar antara potensi dan realisasi penerimaan zakat. Rata-rata besaran dana zakat yang diterima hanya kurang dari 1% dari total potensi yang ada.

Menurut Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Prof. Dr. Bambang Sudibyo, “potensi ZIS di Indonesia sangat luar biasa, jika dioptimalkan potensi ZIS  tersebut dapat menyamai APBN atau malah melampaui,” ujarnya.

Dirinya juga mengakui, setiap tahun penerima ZIS selalu mengalami peningkatan, baik dari jumlah penerimaan zakatnya, maupun orang yang melaksanakan zakat. Hal tersebut seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesadaran umat dalam menunaikan ZIS. Rata-rata pertumbuhan mengalami kenaikan sekitar 30 persen setiap tahun.


“Tahun 2016 saja sekitar 2,5 juta jiwa telah merasakan manfaat dana ZIS. Jika mengacu sumber Data Statistik September 2016 yang merilis ada sekira 27,76 juta orang miskin (10,70 persen) di Indonesia, maka lembaga zakat telah berkontribusi nyata dalam mengentaskan kemiskinan sekitar 10 persen,” jelasnya.


Setelah melihat potensi ZIS di atas dengan realitas yang terjadi saya pikir sudah seharusnya pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk lebih meningkatkan sosialisasi, edukasi, sinergi yang baik (pemerintah, lembaga zakat, bank sentral, dan masyarakat), penguatan kelembagaan, sehingga dapat meningkatkan penerimaan zakat di Indonesia. Di samping itu, program-program lembaga zakat harus aplikatif dan dibutuhkan umat, baik bersifat konsumtif maupun pemberdayaan ekonomi keumatan, sehingga manfaat ZIS tersebut dapat dirasakan dan terealisasi dengan maksimal, atau dalam artian nilai persentase-nya dalam mengentaskan kemiskinan dapat lebih meningkat lagi.

Kombinasi Dana Otsus, TDBH Migas, dan Dana ZIS Siap Perangi Kemiskinan
Dikatakan oleh Sekda Aceh,  penggunaan dana otsus hanya dialokasikan untuk tiga kategori kegiatan, yakni kegiatan bersama, kegiatan pembangunan dan alokasi kabuapten. Kegiatan bersama lebih terfokus atasi pengangguran dan kemiskinan, seperti jaminan kesehatan bagi rakyat, beasiswa, bantuan dana untuk anak yatim, pembangunan rumahlayak huni dan kegiatan lainnya yang bersifat penting.
Apa yang dikatakan Sekda Aceh, saya pikir banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah terutama para pemangku kebijakan yang memikul beban tanggung jawab paling besar. Tidak hanya Aceh tapi juga provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Dengan dana otsus, TDBH Migas, dan Dana ZIS serta dana-dana lainnya yang dimiliki tiap provinsi, maka yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran, diantaranya;

1. Peningkatan anggaran yang akan dialokasikan untuk pendidikan, sehingga dapat meningkatakan jumlah sarana pendidikan yang dibutuhkan. Seperti sarana pendidikan berbasis keterampilan yang terbukti mampu mengatasi pengangguran.
Untuk melihat seberapa besar Anggaran Pendidikan pada 2011-2015 klik link berikut: http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/04/anggaran-pendidikan-2011-2015

2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar mamu bekerja dengan baik dengan keterampilan memadai, seperti pendirian balai latihan kerja.

3. Menciptakan lapangan kerja baru serta perluasannya melalui industrialisasi. Karena hal itu akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dengan demikian, masalah pengangguran pun lebih mudah diatasi.

Berdasarkan Indonesia dalam Angka, pada 2015, Indonesia menempati posisi ketiga dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara anggota ASEAN.(http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/23/pengangguran-indonesia-tertinggi-3-di-asean)

4. Pengembangan program-program khusus untuk membentuk wirausahawan yang tangguh, sehingga mereka tidak hanya berharap dapat bekerja, melainkan juga membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain di sekitarnya.

5. Menambah jumlah sekolah di semua jenjang pendidikan, sehingga membuka kesempatan yang lebih luas lagi bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan. 

Pada tahun 2016, jumlah sekolah di Indonesia baru mencapai 297.368 unit. Untuk Sekolah Dasar (SD) saja yakni mencapai 147 ribu unit. Namun, untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya mencapai 37 ribu unit sehingga satu sekolah tingkat pertama terkadang memiliki lebih dari 5 ruang untuk tiap tingkatan kelas. Sedangkan untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih cukup merata dengan jumlah masing-masing mencapai 12 ribu unit. Namun menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah sekolah ini belum semuanya memenuhi standar minimal bagi operasional pendidikan. (http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/15/2016-jumlah-sekolah-hampir-mencapai-300-ribu-unit)

6. Pembangunan sarana penunjang pendidikan seperti perpustakaan atau laboratorium yang berguna dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan.

7. Pemberian beasiswa untuk anak-anak berprestasi, terutama yang berasal dari keluarga miskin. Hal ini mencegah sekolahnya terhenti di tengah jalan.

8. Penyediaan buku pelajaran gratis dan bebas biaya sekolah, sehingga anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu pun tetap dapat bersekolah tanpa kendala. Saat ini banyak sekali anak putus sekolah yang hidup dijalanan menjadi pengemis atau pengamen. Tentu ini memprihatinkan!

9. Penambahan fasilitas kesehatan dengan biaya terjangkau atau jika memungkinkan bisa gratis. Sehingga warga miskin dapat memeriksa kesehatannya. Dengan demikian kesehatan masyarakat lebih terjamin.

Penduduk Menurut Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Berobat Jalan Fasilitas Lainnya di Indonesia dapat diakses di link berikut ini, (http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/05/12/penduduk-menurut-pemanfaatan-fasilitas-kesehatan-berobat-jalan-fasilitas-lainnya-di-indonesia-1992--2014)

10. Penambahan jumlah tenaga medis serta penyediaan obat-obatan yang harganya murah. Sehingga dapat melayani lebih banyak pasien sekaligus memberi kesempatan warga miskin menebus obat jika sedang menderita sakit.

11. Mendirikan rumah-rumah tinggal yang sesuai standar dengan harga terjangkau, sehingga masyarakat tidak mampu memiliki kesempatan mendapat rumah yang layak huni.
Memang langkah-langkah di atas berhubungan erat dengan angka pengeluaran yang tinggi. Namun dengan kombinasi pengalokasian dan penggunaan dana baik itu otsus, bagi hasil migas, dan ZIS yang tepat sasaran dan efisien, saya yakin langkah-langkah di atas akan mampu dicapai.

Dari hal di atas, saya juga berharap sama, agar potensi anggaran dana otsus (provinsi dengan daerah otonomi khusus), bagi hasil migas dan ZIS yang sangat besar ini, dapat menjadi sumber dana masyarakat dan pemerintah untuk menggerakan perekonomian, menghapuskan kesenjangan sosial dan mampu menghapuskan kemiskinan, pengangguran dan peminta-minta di Indonesia. Selain itu dipastikan juga pengelolaan dana tidak hanya melihat penyerapan, tapi juga penting memastikan kualitas dan manfaatnya. Hal ini sangat baik untuk keberlangsungan hidup rakyat Indonesia ke depan, yang membawa kepada Indonesia sejahtera.

Kehadiran KPM Inovatif Sisi Lain Perangi Kemiskinan
Perasaan bahagia, bangga dan mengesankan tentu saya rasakan sebagai warga Aceh Barat. Bagaimana tidak, kecamatan tetangga yakni Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, sebuah kecamatan yang tidak jauh dari kecamatan tempat saya tinggal (Kecamatan Samatiga), dipilih untuk pilot project program Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM, dulu disebut KKN) pola baru yang sangat inovatif dengan target pemberdayaan ekonomi kelompok masyarakat marginal. Prgram ini kerja sama Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh dan Bappeda Aceh.
Menurut Prof. Dr. Eka Srimulyani, penggagas KPM Inovatif UIN Ar-Raniry saat menyampaikan sambutan pada acara launching expo kerajinan tangan lima Kelompok Usaha Produktif (KUP) milik perempuan Arongan Lambalek di Kantor Camat setempat, Jumat (31/3/2017), mengatakan “pemilihan Arongan Lambalek sebagai pilot projet beranjak dari hasil penelitian etnografi kemiskinan yang disupport oleh Bappeda Aceh pada tahun 2016. Jadi, rancangan KPM inovatif ini adalah kesinambungan dari hasil penelitian Bappeda tahun 2014.”
“Arongan Lambalek merupakan kecamatan termiskin di Aceh barat. Penyebab kemiskinan karena kawasan ini sering dilanda banjir. Dalam setahun mencapai lima bulan banjir, sehingga  masyarakat tidak dapat bertani di sawah. Banjir juga oleh eceng gondok di sepanjang sungai. Nah, dengan dukungan Pemda kami hadir di sini untuk membantu menyelesaikan problema masyarakat,” sambung alumnus Jurusan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah yang juga menjadi professor termuda di Aceh ini.
UIN memilih tiga desa yang mewakili secara geografis. Di tiga desa yang dipilih itu ditempatkan mahasiswa KPM secara bertahap dalam tiga gelombang sejak akhir 2016 hingga Maret 2017 dengan misi yang berbeda tapi berkesinambungan. Pengiriman mahasiswa secara bergelombang adalah untuk menyiasati agar target program KPM Inovatif tercapai, yakni terciptanya kelompok perempuan miskin yang memiliki keterampilan sehingga mandiri secara ekonomi.  
Mahasiswa gelombang pertama mengemban tugas membentuk KUP dan menguatkannya. Mahasiswa gelombang ke dua memfasilitasi pelatihan kerajinan tangan dengan bahan dasar eceng gondok. Mahasiswa mendatangkan pelatih dari daerah lain, seperti dari Jakarta dan Yogyakarta. Terakhir, mahasiswa gelombang ketiga melakukan peningkatan skill, pelatihan dasar pemasaran hingga launching produk.

Tim KPM UIN Ar-Raniry, sedang memberikan presentasi tentang pelatihan membuat kerajinan tangan dari eceng gondok, Minggu (15/1/2017), (Dok pri).


Menurut Dr. Inayatillah AR Ishaq, M.Ag selaku Manager Program KPM Inovatif di Arongan Lambalek, mengatakan “tugas mahasiswa KPM saling terkait antar gelombang sampai masyarakat terampil dan menghasilkan produk. Kini masyarakat sudah memiliki keterampilan mengolah eceng gondok dari wabah menjadi souvenir, seperti tas, dompet, sandal, kotak tisu, bantal mobil, kipas, taplak meja dll. Kami berharap agar pihak terkait melanjutkan pembinaan terhadap lima KUP yang sudah terbentuk dan memulai aksi ini.”

Para peserta pelatihan (anggota KUP) di desa Cot Jurumudi, Arogan Lambalek, Aceh Barat,  sedang membuat berbagai produk kerajinan dengan bahan dasar enceng gondok yang diprakarsai oleh KMP Inovatif, Februari 2017, (dok Pri).

Para peserta berhasil melakukan pengolahan eceng gondok menjadi berbagai variasi produk yang nilainya terbilang tinggi, seperti produk rumah tangga atau aksesoris, Februari 2017,
 (dok pri).

Para peserta pelatihan (anggota KUP) di lapangan mengaku merasa bersyukur dan bahagia tak terhingga atas kehadiran Program KPM Inovatif di kampungnya. Menurut mereka terjadi perubahan besar sejak hadir KPM Inovatif. Seluruh  perempuan miskin di desa dilatih pengolahan eceng gondok secara bertahap, mulai pembentukan KUP, pelatihan keterampilan ayaman hingga expo (memamerkan dan memasarkan). Program ini sungguh luar biasa, ternyata tanaman yang selama ini dianggap hama dapat diubah menjadi benda berharga.

Semoga apa yang dilakukan UIN Ar-Raniry dan Bappeda Aceh dapat menjadi contoh dan mendorong provinsi-provinsi lain di Indonesia untuk melakukan hal yang sama.
***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengelolaan Hutan di Kawasan Ekosistem Leuser, Antara Kenyataan, Harapan dan Langkah Penting

Aetra Save Our Water For The Next Generation

Visit Tidore Island - Destinasi yang Cocok Saat Liburan Sekolah dan Bagi yang Patah Hati